A. Ananiah
1. Pengertian Ananiah
Kata ananiah berasal dari bahasa Arab ana yang
berarti saya atau aku, kemudian mendapat tambahan kata iyah. Ananiah berarti
’keakuan’. Sifat ananiah biasa disebut egois, yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan
diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain.egois
merupakan sifat tercela yang dibenci oleh Allah swt. dan manusia karena
cenderung berbuat sesuatu yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan
bermasyarakat. Orang yang egois biasanya membangga-banggakan diri sendiri,
mengganggap orang lain hina dan rendah. Padahal Allah swt. dengan tegas tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
Firman Allah swt :
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan
diri.” (QS. An Nisa : 36 )
Contoh Ananiah; suka membanggakan diri sendiri,
merasa diri paling benar, menganggap orang lain salah.
2. Menghindari Prilaku Ananiah
Untuk dapat menghindari perilaku ananiah bukanlah
suatu hal yang mudah karena setiap manusia pasti memiliki sikap egoistis.
Hal-hal yang harus dilakukan agar terhindar dari perilaku ananiah sebagai
berikut :
a. Menyadari bahwa perbuatan ananiah dapat
merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
b. Menyadari bahwa perilaku ananiah apabila
dibiarkan akan mengarah pada sikap takabur yang dibenci Allah swt
c. Menghindari bahwa manusia diciptakan sama dan
mempunyai hak yang sama.
d. Membiasakan diri untuk bersedekah dan beramal
saleh
e. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang
rasa.
3. Akibat buruk dari sifat ananiah atau egois
antara lain :
a. jauh dari pertolongan dan rahmat Allah, sebab
orang yang egois tidak suka menolong orang lain.
b.Menumbuh suburkan sifat rakus, tamak, dan
sombong.
c.Menimbulkan kebencian dan permusuhan , sehingga
merugikan diri sendiri.
B. Gadab
1. Pengertian Gadab
Gadab (marah) secara bahasa artinya keras, kasar,
dan padat. Orang yang marah (pemarah) di sebut gadib. Gadab merupakan
antonim(lawan kata)dari rida dan hilm(murah hati). Secara istilah, gadab
berarti sikap seseorang yang mudah marah karena tidak senang terhadap perlakuan
atau perbuatan orang lain. Amarah selalu mendorong manusia bertingkah laku
buruk atau jahat. Seorang pemarah tergolong lemah imannya karena berpandangan
picik dan tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya. Sebaliknya, jika seorang
berpandangan luas dan dapat mengendalikan hawa nafsunya, maka ia akan bersikap
arif atau bijaksana dalam menyelesaikan setiap masalah.
Orang mukmin yang baik selalu bersedia memaafkan kesalahan
saudaranya, baik yang diminta ataupun tidak,karena hanya mengharapkan keridaan
Allah swt.
"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.” ( QS. Ali Imran : 134 )
Contoh Ghadab; marah tanpa sebab, mudah
tersinggung, tidak bisa mengendalikan diri.
2. Menghindari Perilaku Gadab
Adapun untuk menghindari perilaku gadab
diantaranya:
a. Senantiasa membaca istigfar sambil menarik
napas panjang.
b. Meninggalkan factor-faktor yang menyebabkan
timbulnya marah.
c. Menyadari bahwa perilaku amarah sangat dibenci
Allah swt. dan manusia
d. Berusaha belajar memiliki sikap lapang dada dan
mudah memaafkan orang lain.
3. Akibat buruk sifat ghadab atau pemarah
antara lain :
a. Dibenci Allah, Rasul-Nya, dan manusia.
b. Dapat merusak iman seseorang.
c. Menimbulkan dendam dan sakit hati.
d..Menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan ,
sehingga merusak persahabatan dan persaudaraan.
C. Hasad
1. Pengertian Hasad
Hasad (dengki) secara bahasa berarti menaruh
perasaan benci, tidak suka karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan
orang lain. Secara istilah ialah usaha seseorang untuk mempengaruhi orang lain
supaya tidak senang terhadap orang yang memperoleh keberuntungan atau karunia
dari Allah swt. Hasad biasanya timbul karena adanya permusuhan dan atau
persaingan untuk saling menjatuhkan. Hasad merupakan penyakit rohani yang
sangat berbahaya, karena harus dijauhi. Apabila dibiarkan ,akan dapat merusak
dan menghilangkan semua amal kebaikan seseorang.
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “jauhkanlah dirimu dari sifat hasad
karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan , ibarat api yang membakar
kayu.” (HR. Abu Daud )
Contoh Hasad; mencemarkan nama baik orang lain,
menjelek-jelekan orang lain karena iri, dan suka memusuhi orang lain.
2. Menghindari Perilaku Hasad
Cara menghindari perilaku hasad antara lain :
a. Berusaha untuk mensyukuri setiap nikmat yang
diberikan Allah swt.
b. Menyadari bahwa perilaku hasad sangat berbahaya
dan harus dijauhi
c. Menyadari bahwa perilaku hasad dapat menghapus
segala kebaikan yang dilakukan
d. Berpikir positif atas segala kejadian yang
menimpa kita.
e. Tetap percaya diri dan optimis dengan
kekurangan yang kita miliki.
D. Gibah
1. Pengertian Gibah
Secara bahasa, gibah(menggunjing) ialah
membicarakan keburukan (keaiban)orang lain. Secara istilah berarti membicarakan
kejelekan dan kekurangan orang lain dengan maksud mencari
kesalahan-kesalahannya, baik jasmani, agama, kekayaan, akhlaq ataupun bentuk
lahiriyahnya. Gibah tidak terbatas melalui lisan saja, namun bias terjadi
dengan tulisan atau gerakan tubuh. Apabila hal ini berhuibungan dengan agama
seseorang ia akan mengatakan bahwa ia pembohong, fasik ,munafik dan lain-lain.
Allah swt melarang keras perilaku gibah tersebut
dan menyeru untuk menjauhinya, karena gibah digambarkan dengan sesuatu yang
amat kotor dan menjijikan .firman Allah swt:
Artinya : “Dan janganlah mencari-cari keburukan
orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya..”( QS. Al Hujurat : 12 )
Contoh Gibah; mengumpat dan suka membeberkan
kesalahan orang lain
2. Menghindari Perilaku Gibah
Cara menghindari dari perilaku tercela antara lain
:
a. Selalu mengingat bahwa perbuatan gibah ialah
penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah swt.
b. Selalu mengingat bahwasanya timbangan kebaikan
gibah akan pindah kepada orang yang digunjingkannya.
c. Hendaknya orang yang melakukan gibah mengingat
terlebih dahulu aib dirinya sendiri dan segera berusaha memperbaikinya.
d. Menjauhi factor-faktor yang dapat menimbulkan
terjadinya gibah
e. Senantiasa mengingatkan orang-orang yang
melakukan gibah
E. Namimah
1. Pengertian Namimah
Secara bahasa, namimah berarti mengadu domba.
Secara istilah, namimah berarti mengadu domba atau menyabar fitnah antara
seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar saling bermusuhan. Namimah
termasuk perbuatan tercela yang harus kita hindari dalam kehidupan sehari-hari,
sebagaimana larangan Allah swt. dalam Al Qur’an :
Artinya : ‘ Dan janganlah kamu ikuti setiap orang
yang banyak bersumpah lagi gina, yang banyak mencela yang kian kemari
menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi
banyak dosa, yang aku kasar selain dari itu yang terkenal kejahatannya.:
(QS> Al Qalam 10 – 14 )
Contoh Namimah; bermuka dua, suka mengadu domba
orang lain.
2. Menghindari perilaku namimah
Di antara cara menghindari perilaku namimah ialah
antara lain:
a. Menyadari bahwa perilaku namimah menyebabkan
seseorang tidak masuk surga meskipun rajin beribdah.
b. Jangan mudah percaya pada seseorang yang
memberikan informasi negative tentang orang lain
c. Menhindari factor-faktor yang menyebabkan terjadinya
perilaku namimah, seperti berkumpul tanpa ada tujuan yang jelas, menggosip dan
lain-lain. Ananiyah berasal
dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini
biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri
bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah
sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan
pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental
ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan
kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang
lain.
Sumber : www.blog.its.ac.id
Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’,
Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu
sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan
mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela,
karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan
bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui
dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya
diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain.
Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan
orang lain. Hal ini tidak akan menjadi pertimbangannya.
Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris,
artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya.
Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya
didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi
seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan dirinya.
Hal semacam ini di larang.
Sumber : www.mentoring98.wordpress.com
Ghadab
GADHAB (baca: ghodhob) secara harfiah memang
berarti “marah” atau “pemarah”. Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat
negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan
menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya.
Tentang hal ini Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si
Fulan marah kepada si Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah
kamu marah, (kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi
saw bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).
Marah Negatif & Marah Positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan
tidak sayang kepada si Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami
motif di balik kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah
si Fulan kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau
negatif.
Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah
marah. Mereka marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum
syari’at yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah
kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah
kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah
sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan RasulNya.
Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari
nafsu lawwamah. Itu marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan
RasulNya. Jadi, marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang
marah negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan).
Marah Karena Allah
Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa
“tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan
berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang
lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan
munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum
‘Aad. Ia marah kepada kaumnya yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang
telah Allah tetapkan atas mereka. Juga saat kaumnya diajak menyembah Allah SWT,
mereka memperolok-olokkan ajakan Nabi Hud as.
Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang
kepada kami (kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan
apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab kepada
kami jikalau kamu temasuk orang-orang yang benar”.
Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya.
Seperti terlukis dalam Al Qur’an:
“Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan
ditimpa adzab dan kemarahan dari Tuhanmu….”
(QS. Al A’raaf: 71)
Sumber : www.snba1992.wordpress.com
Hasad
ada hasad yang timbul maka paksa jiwa anda untuk
melawannya. Sembunyikan hasad tersebut, jangan melakukan suatu perbuatan yang
menyelisihi syariat. Jangan anda sakiti orang yang anda hasadi, baik dengan
ucapan ataupun perbuatan. Mohonlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar
menghilangkan perasaan itu dari hati anda niscaya hal itu tidaklah memudaratkan
anda. Karena jika (dalam hati) seseorang tumbuh hasad namun ia tidak melakukan
apapun sebagai pelampiasan hasadnya itu maka hasad itu tidaklah memudaratkannya.
Selama ia tidak melakukan tindakan, tidak menyakiti orang yang didengkinya,
tidak berupaya menghilangkan nikmat dari orang yang didengkinya, dan tidak
mengucapkan kata-kata yang menjatuhkan kehormatannya. Hasad/rasa dengki itu
hanya disimpan dalam dadanya. Namun tentu saja orang seperti ini harus
berhati-hati, jangan sampai ia mengucapkan kata-kata atau melakukan
perbuatan/tindakan yang memudaratkan orang yang didengkinya.
Berkaitan dengan hasad ini, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
“Hati-hati kalian dari sifat hasad, karena hasad
itu memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar.”2
Sifat hasad itu adalah sifat yang jelek dan sebenarnya
menyakiti dan menyiksa pemiliknya sebelum ia menyakiti orang lain. Maka
sepantasnya seorang mukmin dan mukminah berhati-hati dari hasad, dengan memohon
pertolongan dan pemaafan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang mukmin harus
tunduk berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala -demikian pula seorang
mukminah- dengan memohon dan berharap kepada-Nya agar menghilangkan hasad
tersebut dari dalam hatinya, sehingga tidak tersisa dan tidak tertinggal
sedikitpun. Karena itu, kapanpun anda merasa ada hasad menjalar di hati anda,
hendaklah anda paksa jiwa anda untuk menyembunyikannya dalam hati tanpa
menyakiti orang yang didengki, baik dengan ucapan ataupun perbuatan. Wallahul
musta’an.”
(Kitab Fatawa Nur ‘Alad Darb, hal. 131-132)
1 Hasad adalah mengangan-angankan hilangnya nikmat
yang diperoleh orang lain, baik berupa nikmat agama ataupun dunia.
Sumber : www.asysyariah.com
Namimah
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
telah memberikan kita nikmat yang banyak, kemudian shalawat beserta salam
tercurahkan untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para
sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman. Pada edisi
yang lalu kita telah jelaskan tentang ghibah, bahayanya dan faktor-faktor
pendorong yang akan menyebabkan munculnya ghibah tersebut. Nah pada edisi kali
ini kita akan membahas tentang An-Namimah, yang ia merupakan salah satu
diantara penyakit lidah yang menyebabkan kerusakan dan kehancuran, baik rumah
tangga, masyarakat dan negara
Pengertian An-Namimah (menebar fitnah) Namimah
adalah menukilkan perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan,
menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan janganlah kamu mentaati setiap penyumpah
yang hina, yang banyak mencela dan kian kemari menebar fitnah". (QS.
al-Qalam: 10-11)
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata
kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si B tanpa
tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan tujuan
agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat
dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar
fitnah.
Hukum Namimah dan dalil-dalilnya Namimah merupakan
salah satu dosa besar, dan hukumnya haram karena menimbulkan dampak yang sangat
buruk dan sangat merugikan.
Imam Munziri rahimahullah berkata: "Telah
sepakat dan Ijma' para ulama bahwa Namimah hukumnya haram dan ia merupakan
sebesar-besarnya dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalil dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan
ini:
1. Surat Al-Qalam ayat 10-11 yang berbunyi:
"Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina,
yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah"
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati mereka
(orang-orang yang berbuat namimah ini) sebagai orang fasiq, sebagaimana firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman jika datang
kepada kamu orang-orang fasiq membawa berita maka hendaklah kamu melakukan
tabayyun (klarifikasi terlebih dahulu) agar kamu tidak menimbulkan suatu
musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatan itu". (QS. al-Hujurat: 6)
3. Orang yang berbuat hal ini dapat dikatakan
sebagai orang yang bermuka dua, dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: "Engkau dapati sejelek-jeleknya manusia di Hari Kiamat
adalah orang yang mempunyai dua wajah, dia datang kepada mereka dengan wajah
ini dan kepada orang lain dengan muka yang lain". (HR. Bukhari-Muslim)
4. Seseorang yang berjalan kesana-kemari
menyebarkan fitnah, maka kelak Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengazabnya di
dalam kubur, hal ini sebagaimana yang dikhabarkan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam: "Sesungguhnya keduanya pasti akan mendapat azab,
tidaklah mereka mendapatkan azab disebabkan karena melakukan perkara-perkara
besar, adapun salah satu dari keduanya adalah dia tidak bersuci dari kencing,
sedangkan yang lainnya adalah dia berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah
kepada manusia". (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, begitu besar bahayanya perbuatan
ini dan besarnya azab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan celaan pada pelakunya, maka
hendaklah seorang muslim berhati-hati dan waspada dari sifat-sifat ini dan
menjauhkan diri dari sifat tercela ini.
Sebab-sebab yang mengantarkan seorang melakukan
Namimah :
1. Karena kejahilan terhadap bahaya yang
ditimbulkannya, atau dalam kata lain tidak mengerti ilmu Syar'i, sehingga
dengan seenaknya tanpa merasa berdosa ia mau melakukan hal tersebut.
2. Disebabkan hasad atau iri dan dengki yang akan
menyebabkan seseorang mencari jalan untuk menyebarkan fitnah.
3. Hati yang kotor jauh dari bimbingan Syariat,
sehingga tidak tampak baginya kebenaran. Ia merasa puas kalau sekiranya orang
lain saling bermusuhan, saling membenci. Oleh karena itu, bagi orang yang kotor
dan sakit hatinya maka namimah merupakan suatu jalan baginya untuk mengotori
hatinya.
4. Karena berteman dengan orang-orang yang suka
berbuat namimah, sehingga menyebabkan dia terdorong dan terpancing untuk
melakukan namimah tersebut.
Obat dari penyakit Namimah
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah
Subhanahu wa Ta'ala, karena itu orang yang ikhlas dalam beribadah sulit
tergoyahkan dan mempunyai pendirian, sehingga dia berfikir seribu kali sebelum
berbuat.
2. Mengenal hakekat Namimah, dampaknya dan jalan
keluarnya. Semua ini tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di
majlis-majlis ilmu, karena dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu,
maka akan membuat hatinya bersih dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman
akan mempengaruhi watak seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu
seseorang lihat siapa yang menjadi teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu
sifat mulia, dimana seseorang yang senantisa muraqabah kepada Allah,maka dia
akan merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah,karena dia tahu bahwa
Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, tidak
satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka dia merasa takut
untuk berbuat Namimah. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"...dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada". (QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya
terhindar dari perbuatan ini, karena manusia itu lemah, maka perlu baginya
untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sikap seorang muslim kepada orang yang suka
berbuat Namimah
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat
namimah, karena dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan,
kebencian, permusuhan dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat namimah. Dengan cara
menasehatinya, janganlah kita berbuat namimah dan menyebarkannya. Dengan
bersikap seperti itu berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan
berarti kita telah beramal ma'ruf nahi munkar.
3. Membencinya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala,
karena maksiyat yang dilakukannya.
4. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada
saudaranya yang tidak ada di hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi
pemicu bagi seseorang berbuat nanimah dan meyebarkan fitnah.
5. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya,
karena mencari-cari kesalahan juga menjadi pemicu munculnya berbagai macam
fitnah.
6. Ketika seseorang tidak suka kepada penyebar
fitnah, tentu dia tidak akan menghiraukan sehingga fitnah itu tidak terjadi.
Sumber : www.dareliman.or.id
Gibah
Ghibah ialah mempergunjingkan orang lain tentang
aib lain atau sesuatu yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan
benci. Dalam sebuah ayat Allah menggambarkan laksana orang memakan daging
saudara yang sudah mati. Allah berfirman. .lihat al-Qur’an online di google
.Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah
kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.”( QS. Al Hujurat : 12)
Sumber : www.hbis.wordpress.com
Salah satu perbuatan yang bisa menghapuskan pahala
puasa Ramadhan adalah bergunjing (ghibah) di siang hari. Perbuatan ini
berakibat dosa sekaligus menghilangkan pahala (kebaikan) dari puasa orang yang
melakukannya.
Berkumpulnya beberapa orang di waktu yang kosong
atau suasana santai sering kali membuka peluang untuk terjadinya pergunjingan.
Biasanya objek pergunjingan sedang tidak berada di tempat tersebut, sehingga
para penggunjing dengan leluasa menggunjingkannya. Bahkan chat di internet
seperti Wikimuers biasa lakukan juga berpotensi menjadi sarana berghibah.
Dalil yang menyebutkan tentang ghibah
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah atau
menggunjing. Begitu pula seperti yang telah ditafsirkan pengertiannya oleh
Rasulullah s.a.w., sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang
dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah menjawab, “Kamu menceritakan perihal
saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah bila keadaan
saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Bila
keadaan saudaramu itu sesuai dengan yang kamu katakan, maka itulah ghibah
terhadapnya. Bila tidak terdapat apa yang kamu katakan maka kamu telah
berdusta.
Ghibah yang dibolehkan
Beberapa ulama membolehkan ghibah untuk tujuan
yang benar dan disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali
dengan ghibah tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara :
1. Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang
lain.
Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk
mengajukan yang mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya
dari orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili si
dzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan (menyebutkan
namanya) itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.
2. Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran
dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran.
Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki
kekuatan yang ia harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat
kejahatan ini dan itu, maka dengan demikian dia akan menasehatinya dan
melarangnya berbuat jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah
kemungkaran/kejahatan, jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah tersebut
haram.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking